🐿️ Festival Film Dokumenter 2018

Bertepatan dengan Hari Film Nasional yang diperingati setiap 30 Maret, Solo Documentary (SODOC) Film Festival bakal mengadakan pemutaran film dan diskusi di Lawang Djoendjing.Sebuah film dokumenter berjudul Tarung karya Steve Pillar Setiabudi akan diputar di acara ini. Selanjutnya bakalan digelar diskusi yang dimoderatori oleh budayawan Halim Hardja alias Halim HD.

KUTA, BALI - Head of Forum Film Dokumenter, Festival Film Dokumenter, Henricus Pria, melihat ekosistem film dokumenter di Indonesia saat ini terus tumbuh. Hal ini didorong dengan munculnya berbagai festival film dokumenter di Indonesia, salah satunya Docs By The Sea, yang tengah diselenggarakan di Kuta, Bali, dan merupakan gelaran kedua setelah tahun lalu digelar."Platform-platform seperti Docs By The Sea ini salah satu cara untuk memulai running industri," kata Pria kepada Antaranews di Kuta, Bali, Kamis 9/8.Docs By The Sea 2018 yang berlangsung 2-9 Agustus 2018, diawali dengan program inkubasi selama empat-hari yang meliputi Storytelling Lab, Editing Lab, Pitching Exercise dan Masterclass. Program seperti ini juga dihadirkan oleh Festival Film Dokumenter untuk mendorong para pembuat film dokumenter agar mencapai pasar yang lebih luas."Platform seperti ini nantinya bisa menarik investor, produser-produser dari luar untuk bisa produksi film dokumenter di Indonesia," ujar Pria. Distribusi film dokumenter, menurut Pria, sebagian besar masih melalui festival film. Sementara, televisi sebagai media, biasanya melakukan produksi film dokumenter sendiri. Sementara itu, Pria melihat, produksi film dokumenter sendiri saat ini terus meningkat. Hal itu dilihat dari semakin banyak karya film dokumenter yang masuk dalam Festival Film Dokumenter."Tapi memang kalau dari segi nama secara perkembangan enggak terlalu banyak, terkadang kita masih melihat nama-nama lama, yang sebenarnya cukup lambat perkembangannya," kata Pria optimistis dengan regenerasi pembuat film dokumenter. Pasalnya, saat ini telah banyak institusi pendidikan yang menghadirkan program khusus untuk pembuatan film film dokumenterSaat ini, film dokumenter masih dianggap membosankan. Secara umum, masyarakat masih menjadikan tontonan film dokumenter yang ada di televisi, yang sebagian besar membahas film dokumenter sejarah, sebagai referensi film dokumenter film dokumenter bisa saja mengangkat kisah percintaan seseorang seperti karya sineas Vietnam "Never Been Kissed" yang masuk dalam Docs By The Sea, atau mengangkat isu lingkungan hidup tentang sampah plastik, yang coba disuarakan filmmaker Indonesia dalam "The Poly Bag Journal" di Docs By The Sea."Tantangan film paling dasar itu memang untuk memfamiliarkan . Ada banyak dokumenter alternatif, atau bentuk dokumenter dalam bentuk yang banyak, katakanlah di belahan dunia yang lain sudah banyak mulai menggunakan medium Virtual Reality VR," ujar video on-demand yang sedang populer saat ini, menurut Pria, juga cukup membantu film dokumenter untuk lebih dekat dengan penonton. "Digital platform saya melihatnya positif saja, artinya itu menjadi salah satu perkembangan teknologi yang sebenarnya malah kemungkinan memudahkan teman-teman mengakses berbagai konten," kata depannya, Pria mengatakan bahwa Festival Film Dokumenter juga akan mendorong film dokumenter ke platform digital. "Dalam 2-3 tahun ke depan kita akan memulai semacam FFD untuk platform akses Arsip atau kita coba bikin streaming reguler tapi yang via website," ujar Pria. sumber AntaraBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
\n festival film dokumenter 2018
31Aug 2018 Screening Dan Launching Festival Dokumenter Budi Luhur 2018. by fikom. Jakarta, 28 Agustus 2018 Screening Karya Pemenang FDBL 2017 (FDBL) sekaligus Launching Festival Dokumenter Budi Luhur 2018 (FDBL) kembali digelar di Perpustakaan Republik Indonesia. FDBL 2018 hadir ditingkat ASEAN dengan 3 jenis film dokumenter, yaitu Film Festival Festival Film Dokumenter FFD is the first documentary film festival in Indonesia as well as in the Southeast Asia that has been held since 2002. This annual program, that is organized by Forum Film Dokumenter, presents documentary as a medium of expression and knowledge ecosystem through exhibitions, discussions, and workshops. The idea first emerged when a group of youth proposed a platform to elaborate the potentials of documentary as a relatively untouched part in Indonesian film industry. Documentary has a specific characteristic that distinguishes it from other audiovisual products, which is its power as a media to educate, reflect, and transcend the limitations of time and space. In the rapid current of mass media, documentaries have an important role as an independent media of aspiration.
Thesecond Papuan independent Film Festival - Festival Films Papua (FFP-II) was launched on August 7, 2018 at the hall of the State Museum of Papua at Expo Waena, Jayapura, Papua province, Indonesia. About 400 hundred people were present during the opening session at the Expo Waena, Jayapura, Papua province, Indonesia, and about 300 people came on each of the following days.
Call for Entry The Festival Film Dokumenter is accepting films until August 20th, 2018. Here you can find more information about their Call for Entry. Founded in 2002, Yogyakarta, Festival Film Dokumenter FFD is the first documentary film festival in Indonesia and Southeast Asia, focusing on the development of documentary film as a medium of expression and ecosystem of knowledge, through exhibition, education, and archiving. Setting forth the notion born in a light conversation between a group of youngsters, it sought to explore the raw potential in Indonesia’s cinema the documentary medium. Certain traits differentiate documentary films from other audiovisual products, a significant place as a media that educates, reflective, transcends time and space. Amidst the strong current of the mass media, documentary films hold its own role as independent, aspirational media. In its annual celebration every December, Festival Film Dokumenter always try to observe certain social issues as its focus, as well as creating a bridge between documentary filmmakers, professional filmmakers, and the general audiences, on the purpose of improving the quality and quantity of Indonesia documentary films. General Rules – Production year of the feature documentaries can be from 2016-2018. – Short Films in Competition must be produced between 2017-2018 and ONLY to Indonesian Nationality. – Short Films in Non- Competitive Seciton can be from any nationality and production year must be from 2016 to 2018. – Film of any language including English must include English subtitle. – Submission Fee FREE – Deadline August 20th, 2018. To read more about the Rules and Regulations please follow the next link We remind readers that the 2018 Festival Film Dokumenter will take place from December 5th – 12th 2018 in Yogyakarta, Indonesia. To see other Call for Entries please go to our section “Call for Entries”. 2018BLACK HILLS FILM FESTIVAL SCHEDULE . WEDNESDAY, APRIL 25. 5:00 - 6:30 pm. Opening Reception for VIPs, Filmmakers & Special Guests . 7:00 - 10:00 pm Elks Theatre, Rapid City. Fragile Storm - Short Film, 10 minutes. You Beautiful Crazy Blind Cripple - Short Film, 30 minutes. Tahun ini, Program Kompetisi Festival Film Dokumenter kembali menyajikan film-film unggulan, hasil seleksi dari berbagai negara untuk kategori film Dokumenter Panjang, dan tentu saja keragamaan dari berbagai film dokumenter Indonesia dalam kategori Dokumenter Pendek dan Dokumenter Pelajar. Setiap tahun, film – film yang masuk ke Program Kompetisi kian beragam, baik secara konten maupun bentuk – bentuk yang digunakan dalam karya para peserta. Selain itu, tema – tema yang diangkat sangat bervariasi, mulai dari hal-hal yang sederhana dan dekat dengan keseharian, hingga berbagai permasalahan sosial politik yang aktual. Kami menerima 43 Film Kategori Dokumenter Panjang Internasional, 85 Film Kategori Dokumenter Pendek, dan 24 Film Kategori Dokumenter Pelajar. FFD selalu mencari film-film yang bisa secara kritis menanggapi hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita, yang diharapkan bisa menjadi bahan refleksi untuk peonton serta menjadi pintu masuk untuk membicarakan isu yang lebih besar. Selain itu dibutuhkan juga kecakapan filmmaker untuk mengemas isu-isu tersebut kedalam bentuk penceritaan, sehingga bisa juga dinikmati penonton sebagai sebuah bentuk karya seni. Pengemasan yang kreatif ini juga menjadi pertimbangan dalam memilih film-film finalis dibawah ini. Sandeep Ray Sebelum mengajar di SUTD-HASS, Sandeep pernah mengajar di University of Wisconsin 2015-2016, dan seorang Luce Postdoctoral Fellow di Rice University 2016-2017. Filmnya sudah pernah diulas di The American Anthropologist and the Journal for Visual Anthropology dan pernah diputar di beberapa festival, seperti di Busan BIFF, Taiwan TIDF, Sydney, Paris Jean Rouch, Tehran IIFF, Copenhagen DOX, dan masuk dalam kurasi the Flaherty Seminar, the Margaret Mead Festival, the Films Division of India, the Asia Research Institute NUS, dan the Whitney and Getty Museums. Anna Har Anna Har adalah direktur FreedomFilmFest, sebuah festival film HAM internasional di Malaysia. Ia adalah ketua Freedom Film Network, sebuah organisasi yang mempromosikan dan mendukung pembuatan film-film bertema sosial. Anna belajar visual antropologi dan telah bekerja di bidang HAM selama 20 tahun. Ia masih terus berkarya sebagai sutradara dan produser di Big Pics Production miliknya. Ronny Agustinus Ronny Agustinus adalah salah satu pendiri Ruang Rupa. Sejak 2005 hingga sekarang, ia mengelola penerbit Marjin Kiri. Ia pernah menjadi kurator sesi Amerika Latin untuk ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014-2016, juri ARKIPEL 2014-2015, juri dokumenter panjang Festival Film Dokumenter 2015 Yogyakarta, dan juri Psychology Film Festival 2016 Surabaya. Thomas Barker Thomas Barker adalah Asisten Professor Film dan Televisi di University of Nottingham Kampus Malaysia. Ia pernah menjadi mahasiswa tamu di UCLA, UI, dan The National University of Singapore serta pernah menjadi mahasiswa di UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menulis di beberapa media, antara lain untuk Cinema Poetica, The Jakarta Post, Rumah Film, dan Asian Cinema. Akhir-akhir ini ia turut menjadi co-producer dan menarasikan dokumenter delapan bagian yang dibuat untuk BFM Radio Kuala Lumpur, Malaysia. Vivian Idris Pembuat film otodidak yang misinya adalah menggunakan medium audio-visual sebagai alat untuk edukasi, pelestarian budaya, mengakselerasi pergerakan sosial, dan sebagai salah satu cara berkontribusi kembali ke masyarakat. Vivian juga aktif berpartisipasi di festival-festival lokal di Indonesia sebagai juri Festival Film Indonesia, Anti Corruption Film Festival, XXI Short Film Festival, Festival Film Surabaya, Festival Film Dokumenter, Eagle Academy, UCIFEST 7, Festival Video Edukasi dan membuat workshop pembuatan film dokumenter. Antariksa Antariksa adalah peneliti dan anggota pendiri KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta. Dia kini menjadi peneliti tamu pada Global Souths du Collège d’études mondiales/Fondation Maison des sciences de l’homme FMSH, Paris, dan Associate Fellow pada the Institute of Southeast Asian Studies ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura. Steve Pilar Setiabudi Pillar lahir di Solo, Indonesia. Ia lulus dari jurusan desain grafis di Yogyakarta tahun 1997. Sejak saat itu, ia aktif berkegiatan dalam beberapa produksi film dokumenter. Saat ini ia tengah bekerja di Artifact Media, di mana ia aktif memproduseri dan menyutradarai film-film dokumenter. Jason Iskandar Jason Iskandar lahir di Jakarta pada tahun 1991. Ia mulai membuat film pada usia 17 tahun di workshop dan kompetisi film dokumenter Think Act Change, di mana filmnya yang berjudul Sarung Petarung memenangkan tiga penghargaan. Film dokumenternya yang berjudul Indonesia Bukan Negara Islam memenangkan penghargaan film terbaik kategori pelajar pada Festival Film Dokumenter 2009. Saat ini ia sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Irfan R. Darajat Lahir di Purbalingga, 22 Oktober 1988. Ia menamatkan pendidikan S1 Jurusan Politik dan Pemerintahan tahun 2012 dan melanjutkan studi S2 Kajian Budaya dan Media di UGM pada tahun 2013 hingga sekarang. Salah satu anggota kelompok peneliti musik dan masyarakat “Laras”. Juri Kategori PanjangJuri Kategori PendekJuri Kategori Pelajar Juri Kategori Panjang Sandeep Ray Sebelum mengajar di SUTD-HASS, Sandeep pernah mengajar di University of Wisconsin 2015-2016, dan seorang Luce Postdoctoral Fellow di Rice University 2016-2017. Filmnya sudah pernah diulas di The American Anthropologist and the Journal for Visual Anthropology dan pernah diputar di beberapa festival, seperti di Busan BIFF, Taiwan TIDF, Sydney, Paris Jean Rouch, Tehran IIFF, Copenhagen DOX, dan masuk dalam kurasi the Flaherty Seminar, the Margaret Mead Festival, the Films Division of India, the Asia Research Institute NUS, dan the Whitney and Getty Museums. Anna Har Anna Har adalah direktur FreedomFilmFest, sebuah festival film HAM internasional di Malaysia. Ia adalah ketua Freedom Film Network, sebuah organisasi yang mempromosikan dan mendukung pembuatan film-film bertema sosial. Anna belajar visual antropologi dan telah bekerja di bidang HAM selama 20 tahun. Ia masih terus berkarya sebagai sutradara dan produser di Big Pics Production miliknya. Ronny Agustinus Ronny Agustinus adalah salah satu pendiri Ruang Rupa. Sejak 2005 hingga sekarang, ia mengelola penerbit Marjin Kiri. Ia pernah menjadi kurator sesi Amerika Latin untuk ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014-2016, juri ARKIPEL 2014-2015, juri dokumenter panjang Festival Film Dokumenter 2015 Yogyakarta, dan juri Psychology Film Festival 2016 Surabaya. Juri Kategori Pendek Thomas Barker Thomas Barker adalah Asisten Professor Film dan Televisi di University of Nottingham Kampus Malaysia. Ia pernah menjadi mahasiswa tamu di UCLA, UI, dan The National University of Singapore serta pernah menjadi mahasiswa di UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menulis di beberapa media, antara lain untuk Cinema Poetica, The Jakarta Post, Rumah Film, dan Asian Cinema. Akhir-akhir ini ia turut menjadi co-producer dan menarasikan dokumenter delapan bagian yang dibuat untuk BFM Radio Kuala Lumpur, Malaysia. Vivian Idris Pembuat film otodidak yang misinya adalah menggunakan medium audio-visual sebagai alat untuk edukasi, pelestarian budaya, mengakselerasi pergerakan sosial, dan sebagai salah satu cara berkontribusi kembali ke masyarakat. Vivian juga aktif berpartisipasi di festival-festival lokal di Indonesia sebagai juri Festival Film Indonesia, Anti Corruption Film Festival, XXI Short Film Festival, Festival Film Surabaya, Festival Film Dokumenter, Eagle Academy, UCIFEST 7, Festival Video Edukasi dan membuat workshop pembuatan film dokumenter. Antariksa Antariksa adalah peneliti dan anggota pendiri KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta. Dia kini menjadi peneliti tamu pada Global Souths du Collège d’études mondiales/Fondation Maison des sciences de l’homme FMSH, Paris, dan Associate Fellow pada the Institute of Southeast Asian Studies ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura. Juri Kategori Pelajar Steve Pilar Setiabudi Pillar lahir di Solo, Indonesia. Ia lulus dari jurusan desain grafis di Yogyakarta tahun 1997. Sejak saat itu, ia aktif berkegiatan dalam beberapa produksi film dokumenter. Saat ini ia tengah bekerja di Artifact Media, di mana ia aktif memproduseri dan menyutradarai film-film dokumenter. Jason Iskandar Jason Iskandar lahir di Jakarta pada tahun 1991. Ia mulai membuat film pada usia 17 tahun di workshop dan kompetisi film dokumenter Think Act Change, di mana filmnya yang berjudul Sarung Petarung memenangkan tiga penghargaan. Film dokumenternya yang berjudul Indonesia Bukan Negara Islam memenangkan penghargaan film terbaik kategori pelajar pada Festival Film Dokumenter 2009. Saat ini ia sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Irfan R. Darajat Lahir di Purbalingga, 22 Oktober 1988. Ia menamatkan pendidikan S1 Jurusan Politik dan Pemerintahan tahun 2012 dan melanjutkan studi S2 Kajian Budaya dan Media di UGM pada tahun 2013 hingga sekarang. Salah satu anggota kelompok peneliti musik dan masyarakat “Laras”. FILM FINALIS All CategoryDokumenter PanjangDokumenter PendekDokumenter Pelajar
Beberapafilm anime Jepang memiliki genre yang mengharukan hingga membuat para penggemarnya banjir air mata Selamat datang di portal dunia suka-suka, tempat untuk mencari informasi dan gudangnya referensi Di samping memang alur film ini yang memang mengisahkan kehidupan sebuah keluarga yang bahagia dan menghadapi penyakit Alzheimer.
Sixteen film projects announced for IDFA Project Space 2023Read more about the selected projects and renowned tutors >IDFA Bertha Fund announces new IBF Europe – Minority Co-production selectionIDFA Bertha Fund announces new IBF Europe – Minority Co-production selectionThe IDFA Bertha Fund is delighted to support seven new documentary projects through the IDFA Bertha Fund Europe – Minority Co-production funding scheme. Since 2022, the Fund only accepts applications from producers that are involved as minority co-producers on the project. The Fund is awarding an amount of €40,000 to each selected project, in addition to offering year-round opportunities for connecting with IDFA’s professional network.… Read moreIDFA films on PiclIDFA films on PiclDuring the year, many films that premiered at IDFA get released in the Netherlands. The films listed below can now be streamed online via Picl only available within the Netherlands. … More infoLatest newsIDFA Bertha Fund announces new IBF Europe – Minority Co-production selectionSelection of film projects and tutors for IDFA Project Space 2023 announcedDocs for Sale catalogue opens with eight exciting filmsNew films to watch at homeZinderIn Flow of WordsMr. LandsbergisHerdShowgirls of PakistanClassics to watch at homeAnniversary of the RevolutionEpisode 3 - Enjoy PovertyThe Other Man - de Klerk and the End of Apartheid FestivalFilm Dokumenter (FFD) resmi dimulai pada 1 Desember 2019 di Societet Militair Taman Budaya Yogyakarta. Sebagai perayaan film dokumenter pertama se-Asia Tenggara, FFD tetap konsisten menjadi salah satu penggerak ekosistem dokumenter di Indonesia dengan menempatkan fungsinya sebagai medium ekshibisi, apresiasi, sekaligus edukasi. Gelaran ini dibuka dengan penampilan musik dari Answer
Civic and Social Organizations Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 57 followers About us Founded in 2002, Yogyakarta, Festival Film Dokumenter FFD is the first documentary film festival in Indonesia and Southeast Asia, focusing on the development of documentary film as a medium of expression and ecosystem of knowledge, through exhibition, education, and archiving. Setting forth the notion born in a light conversation between a group of youngsters, it sought to explore the raw potential in Indonesia’s cinema the documentary medium. Certain traits differentiate documentary films from other audiovisual products, a significant place as a media that educates, reflective, transcends time and space. Amidst the strong current of the mass media, documentary films hold its own role as independent, aspirational media. In its annual celebration every December, Festival Film Dokumenter always try to observe certain social issues as its focus, as well as creating a bridge between documentary filmmakers, professional filmmakers, and the general audiences, on the purpose of improving the quality and quantity of Indonesia documentary films. Industries Civic and Social Organizations Company size 11-50 employees Headquarters Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Type Nonprofit Founded 2002 Specialties film, documentary, cinema, visual, film studies, film archive, and archive Locations Employees at Festival Film Dokumenter Similar pages Browse jobs User Experience Designer jobs 23,764 open jobs Developer jobs 344,797 open jobs Engineer jobs 608,159 open jobs Software Intern jobs 1,932 open jobs Curator jobs 2,551 open jobs Operational Specialist jobs 79,719 open jobs Supervisor jobs 1,307,149 open jobs Asset Manager jobs 31,954 open jobs Writer jobs 32,916 open jobs Assistant jobs 728,748 open jobs Android Developer jobs 41,511 open jobs
Осաдипеψиψ ትеրቬβաстΖеጰεքадре θ
Хрерсጶν еጇባ ሰիдаФυ шузвыхаժ утебиг
ኸጼ ዝде лΘճы щօφեνεցавс
Еյоፔ цοπа решυУմጎпсէфιжа ուгዣዖ
Perhelatantahunan Festival Film Dokumenter (FFD) tahun 2018 resmi berakhir. Dimulai dari tanggal 5 sampai dengan 12 Desember 2018, FFD telah diselenggarakan dengan serangkaian agenda pemutaran film-film program, pemutaran film-film kompetisi, diskusi, peluncuran program baru, lokakarya kritik film, hingga pameran dan ekshibisi di dua lokasi; Taman Budaya Yogyakarta dan IFI - LIP Yogyakarta.
Best International Feature-length Documentary I Remember — Shuhei Hatano Best Indonesia Feature-length Documentary Motherland Memories — Moses Parlindungan Best Short Documentary Teguh — Riani Singgih Jury Special Mention International Feature-length Documentary — 1970 Student Documentary — Wek Wek International Feature-length Documentary Competition Makiko Wakai, Philip Cheah, Pierre-Emmanuel Barthe Indonesia Feature-length Documentary Competition Alia Swastika, Chalida Uabumrungjit, Dain Said Short Documentary Competition Puiyee Leong, Vivian Idris, Woto Wibowo Student Documentary Competition Amalia Sekarjati, Siska Raharja, Winner Wijaya International Feature-length Documentary Competition Sanchai Chotirosseranee, Gabriel Soucheyre, Varadila Nurdin Indonesia Feature-length Documentary Competition Yow Chong Lee, Leni Velasco, Yosep Anggi Noen Short Documentary Competition Jewel Maranan, Rain Cuaca, Aryo Danusiri Student Documentary Competition Asrida Elisabeth, Bani Nasution, Shadia Pradsmadji Best International Feature-length Documentary Aswang — Alyx Ayn Arumpac Best Indonesia Feature-length Documentary Help Is On The Way — Ismail Fahmi Lubis Best Short Documentary Salmiyah — Harryaldi Kurniawan Best Student Documentary Rintih di Tanah Pilu — Muhammad Fitra Rizkika, Rahma Wardani Jury Special Mention International Feature-length Documentary — Nan Indonesia Feature-length Documentary — kOsOng International Feature-length Documentary Competition Eric Sasono, Hatsuyo Kato, Sandeep Ray Indonesia Feature-length Documentary Competition Intan Paramaditha, John Torres, Umi Lestari Short Documentary Competition Alexander Matius, Alfonse Chiu, Tan Chui Mui Student Documentary Competition Ersya Ruswandono, Gayatri Nadya, Tunggul Banjaransari Best International Feature-length Documentary The Future Cries Beneath Our Soil — Hang Pham Thu Best Indonesia Feature-length Documentary Om Pius, Ini Rumah Saya, Come The Sleeping’ — Halaman Papua Best Short Documentary Diary of Cattle — Lidia Afrilita & David Darmadi Best Student Documentary Tambang Pasir — Sekar Ayu Kinanthi Jury Special Mention International Feature-length Documentary — Lemebel Indonesia Feature-length Documentary — Tonotwiyat Hutan Perempuan’ Short Documentary — Cipto Rupo Student Documentary —Pasur Pasar Sepur’ International Feature-length Documentary Competition Thomas Barker, Karolina Lidin, Nia Dinata Indonesia Feature-length Documentary Competition Amelia Hapsari, Shin Eun-Shil, Lau Kek-Huat Short Documentary Competition Jesse Cumming, Tonny Trimarsanto, Wisnu Prasetya Student Documentary Competition Fransiska Prihadi, ST Kartono, Aditya Ahmad Best Feature-length Documentary In The Claws of Century Waiting — Jewel Maranan Best Short Documentary Tarian Kehidupan — Naria Capah & Fauzam Syam Aditya Jury Special Mention Short Documentary — The Nameless Boy Feature-length Documentary Competition Makiko Wakai, Nicolas Boone, Bonnie Triyana Short Documentary Competition Mandy Marahimin, Aryo Danusiri, Fan Wu Student Documentary Competition Jason Iskandar, Alexander Matius, Vivian Idris Best Feature-length Documentary Ive Got The Blues — Angie Chen Best Short Documentary Ojek Lusi — Winner Wijaya Best Student Documentary Hening Dalam Riuh — Qurrata Ayuni & Geubri Al-Varez Jury Special Mention Feature-length Documentary — I am Hercules Feature-length Documentary Competition Anna Har, Ronny Agustinus, Sandeep Ray Short Documentary Competition Antariksa, Vivian Idris, Thomas Barker Student Documentary Competition Irfan R. Darajat, Jason Iskandar, Steve Pillar Setiabudi Best Feature-length Documentary Roshmia — Salim Abu Jabal Best Short Documentary Petani Terakhir — Dwitra J. Ariana Best Student Documentary 1880 mdpl — Ryan Sigit Wiranto & Miko Saleh Jury Special Mention Feature-length Documentary — Shadow Girl Feature-length Documentary — Nokas Student Documentary — Kami Hanya Menjalankan Perintah, Jenderal! Feature-length Documentary Competition John Badalu, Lisabona Rahman, Ranjan Palit Short Documentary Competition Eric Sasono, FX Harsono, Yosep Anggi Noen Student Documentary Competition ST Kartono, BW Purbanegara, Thong Kay-Wee Best Feature-length Documentary Tanah Mama — Asrida Elizabeth Best Short Documentary Wasis — Ima Puspita Sari Best Student Documentary Korban Bendung Manganti — Nur Hidayatul Fitria Feature-length Documentary Competition Debra Zimmerman, JB Kristanto, Ronny Agustinus Short Documentary Competition Chalida Uabumrungjit, Adrian Jonathan, Ifa Isfansyah Student Documentary Competition ST Kartono, BW Purbanegara, Park Hye-mi Best Feature-length Documentary Tumiran — Vicky Hendri Kurniawan Best Short Documentary Akar — Amelia Hapsari Best Student Documentary Penderes & Pengidep — Achmad Ulfi Feature-length Documentary Competition Sandeep Ray, Budi Irawanto, JB Kristanto Short Documentary Competition Nia Dinata, Adrian Jonathan, Nuraini Juliastuti Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, ST Kartono, Senoaji Julius Best Feature-length Documentary Anak Sabiran Di Balik Cahaya Gemerlapan — Hafiz Rancajale Best Short Documentary The Flaneurs3 — Aryo Danusiri Best Student Documentary Kampung Tudung — Yuni Etifah Feature-length Documentary Competition John Badalu, Hariadi Saptono, Riri Riza Short Documentary Competition Adrian Jonathan, Vivian Idris, Ifa Isfansyah Student Documentary Competition Ag. Prih Adiartanto, Kuntz Agus Nugroho, Lulu Ratna Best Short Documentary Jadi Jagoan Ala Ahok — Chandra Tanzil & Amelia Hapsari Best Student Documentary Teladan Totem Pro Parte — Suryo Buwono Feature-length Documentary Competition Aryo Danusiri, Nuraini Juliastuti, Jane Yu Short Documentary Competition Ifa Isfansyah , Nicolaas Warouw, Antariksa Student Documentary Competition Ariani Darmawan, Kuntz Agus Nugroho, ST Kartono Best Feature-length Documentary Dongeng Rangkas — Andang Kelana, Badrul Munir, Fuad Fauji, Hafiz Rancajale, Syaiful Anwar Best Short Documentary Indonesiaku di Tepi Batas — Elsa Adelina L Best Student Documentary Is it You? — Felix & Aan Feature-length Documentary Competition Budi Irawanto, Ferdiansyah Thajib, Sandeep Ray Short Documentary Competition Ifa Isfansyah, Nicolaas Warouw, David Teh Student Documentary Competition ST Kartono, Zamzam Fauzanafi, Antariksa Best Feature-length Documentary Prison and Paradise — Daniel Rudi Haryanto Best Short Documentary Music for A Film — Darwin Nugraha Best Student Documentary Sop Buntut — Deden Ramadani Jury Special Mention Maaf Bioskop Tutup — Ardi Wilda Irawan Feature-length Documentary Competition Eric Sasono, Laksono, David Bradbury Short Documentary Competition Ifa Isfansyah, Nicolaas Warouw, Lisabona Rahman Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, Lulu Ratna, Kurniawan Adi Best Feature-length Documentary At Stake — Ari Ema Susanti, Ucu Agustin, Lucky Kuswandi, Iwan Setiawan & M. Ichsan Best Short Documentary Gorilla dari Gang Buntu — Bambang Rakhmanto & Ryo Hadindra Permana Best Student Documentary Indonesia Bukan Negara Islam — Jason Iskandar Favorite Documentary by Student Jury Ngundal Piwulang Wandu — Kuncoro Indra Kurniawan & Kukuh Yudha Karnanta Feature-length Documentary Competition G. Budi Subanar, Seno Gumira Ajidarma, Eric Sasono Short Documentary Competition Tonny Trimarsanto, Novi Kurnia, Marianna Yarovskaya Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, Lulu Ratna, Ifa Isfansyah Best Feature-length Documentary The Conductor — Andibachtiar Yusuf Best Short Documentary Gubuk Reot di Atas Minyak Internasional — Tedika Puri Amanda & Kukuh Martha Afni Best Student Documentary Kejarlah Sahabat — Komang Ayu Lestari Favorite Documentary by Student Jury Gubuk Reot di Atas Minyak Internasional Feature-length Documentary Competition G. Budi Subanar, Seno Gumira Ajidarma, Eric Sasono Short Documentary Competition Tonny Trimarsanto, Novi Kurnia, Marianna Yarovskaya Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, Lulu Ratna, Ifa Isfansyah Best Professional Documentary Restaurant Indonesia — Dhani Agustinus Best Amateur Documentary Anakku Bukan Penjarah — Zainal Abidin Jury Special Mention Jakarta Beda — Sakti Parantean Alain Compost Budi Irawanto JB Kristanto Zamzam Fauzanafi Laksono Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Best Professional Documentary Faces of Everyday Corruption in Indonesia — Lexy Rambadeta Best Amateur Documentary Bioskop Kita Lagi Sedih — Bowo Leksono & Heru C. Wibowo Jury Special Mention Bayi Fitri — K. Ardi Best Amateur Documentary Nita Sang Penarik Getek — Hidayat Prasetya Amateur Documentary Competition Budi Irawanto Katinka Van Heeren Abduh Aziz Zamzam Fauzanafi St. Sunardi Professional Documentary Competition Ashadi Siregar Gerzon R. Ayawaila JB Kristanto Katinka Van Heeren Seno Gumira Ajidarma Best Film Dentang Kutak Denting — Ananto Wibowo Best Picture Anak-Anak Ngonto — Teguh Joko Sutrisno Best Editing Anak-Anak Ngonto — Teguh Joko Sutrisno Innovative Idea 10 Jam Lebih — Irwan D. Nuryadi Jury Special Mention Senyum Manis Menyimpan Tangis — Cenit Rory Favorite Film According Official Selection Jury Anak-Anak Ngonto — Teguh Joko Sutrisno Best Film Tulang Punggung — K. Ardi Best Editing Kompor Minyak — Yoyok Waluyo Best Picture Nusakambangan, Hilangnya Hutan Terakhir — Wisnu Prabowo Best Film Gerabah Plastik – Tonny Trimarsanto Best Picture Gerabah Plastik — Shamir Best Editing Pulau Samsuli Pulau Kita — Yasir Jury Special Mention Negoisasi Tanpa Henti — Purnomo “Panjul” Aji
Acaraselanjutnya yaitu Screening nominasi karya Festival Dokumenter Budi Luhur, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17-18 Desember 2018 di Student Lounge, Universitas Budi Luhur,Pukul 10.00-Selesai, serta mendatangkan film tamu dari East Cinema dengan judul From the edge of sanity yang berasal dari Irak dan DYAB yang berasal Khurdistan Asia Timur. RULES AND CONDITION GENERAL Festival Film Dokumenter FFD is an annual event held by Forum Film Dokumenter, a non-profit organization based in Yogyakarta, focusing on documentary film research and archiving, as well as film appreciation for educational purposes. In 2020, Festival Film Dokumenter’s Call For Entries opens for Competition Program. There are four categories open for the Competition Program. First, Feature-Length Documentary, which opens for Indonesian and foreign filmmakers alike duration above 40 minutes. Second, Indonesian Feature-Length Documentary for filmmakers of Indonesian nationality with the minimum 40 minutes duration. Third, Short Documentary, for Indonesian filmmakers with film of short duration under 40 minutes. And fourth, Student Documentary, which targets Indonesian students from junior to high school. From all submissions submitted, FFD will choose several films to be nominated for the final. Furthermore, the selected films that will be discussed again by the invited judges to determine the best films that are entitled to get the award Best International Long Documentary, Best Indonesian Long Documentary, Best Short Documentary, Best Student Documentary. SUBMISSION DEADLINE Film submission and shipment for all categories will be closed on August 5th, 2020 at WIB GMt+7 postmarked. SUBMISSION FEE Every category is free of submission fee. USAGE PERMISSION Film submitted to the festival will be archived by Forum Film Dokumeter for non-profit activities and educational purposes. Filmmakers will be informed for any activities involving the film outside this year’s festival timeline. Any screenings will be done with prior permission from the filmmaker. If there are any issues regarding this article, please contact the Festival immediately for further negotiation. FILM MATERIAL POLICY COPYRIGHTS It is the sole responsibility of the applicant to secure clearance of copyright holders of any copyrighted materials included within submitted film. FFD will not be held responsible for unauthorized inclusion of any copyrighted materials within or relating to submitted film. FFD reserves the right to disqualify any films with unauthorized inclusion of copyrighted materials. PRE-SELECTION Festival accepts two kinds of film format online screener and file in physical container. The physical container can be in flash disk or hard disk, and must be sent to the festival’s office check the address in “SHIPPING” and accepted by the festival no later than one 1 week after the submission closes. Every link with password preferably for online screener must remain active until the festival ends. To avoid re-sending film that passed the pre-selection process, it is recommended that applicants send their works in official selection format. MEDIA KIT & PUBLICATION Applicants are expected to enclose materials if any for publication needs. Works selected must authorize the Festival to use any clips within film with maximal duration in 3 minutes, still images, or any other materials included, for online or offline festival promotion in catalogue, website, and other kinds of publication. SCREENING FEE Applicants are expected to understand that Festival Film Dokumenter does not cover screening fee if the film is selected as the finalists of the Competition Category. SHIPPING Applicants shall bear the shipping cost of their films, which includes but is not limited to flash disk or hard disk, insurance fee, or any kind of cost incurred thereafter. The festival is not responsible for any damages or loss, except those that happen after the films are already under the festival’s possession. Films and any materials included must be sent to the Festival Film Dokumenter’s Office. ADDRESS & CONTACTS Festival Film Dokumenter Forum Film Dokumenter Jalan Prapanca Blok MJ I No. 1015, RT 054/RW 011, Kel. Gedongkiwo, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55142 Indonesia Phone +62 811-2642-672 Email festival Website FILM SUBMISSION INTERNATIONAL FEATURE-LENGTH DOCUMENTARY Submission is open to applicant of any nationalities. Duration of film is above 40 minutes, credit title included. Production year 2018-2020. LANGUAGE AND SUBTITLE Films in any languages including English must include English subtitle. INDONESIAN FEATURE-LENGTH DOCUMENTARY SHORT DOCUMENTARY STUDENT DOCUMENTARY VALIDATION By submitting their films, applicants fully understand and agree of all the aforementioned regulations. Should any matter come into dispute, only the Indonesian version of these regulations will be regarded as valid and any of such dispute must be settled under Indonesian law.
AntennaDocumentary Film Festival was established in 2011. It is an international documentary film festival held annually every October in Sydney, Australia.The festival was set up to promote documentary as an art form, with programming focusing on independent and innovative filmmaking that breaks new ground in the documentary landscape.. Films that have had their national or local premieres

Prescon festival film dokumenter 2018/Karni Narendra - Agenda tahunan FFD Festival Film Dokumenter kembali digelar pada 5-12 Desember 2018 di dua tempat yaitu di Taman Budaya Yogyakarta dan IFI LIP Yogyakarta. Memasuki usia yang ke-17 FFD tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana selalu mengangkat tema khusus. Tahun ini FFD tidak mengangkat tema yang spesifik. Hal tersebut merupakan upaya untuk menghidupkan kembali semangat awal FFD dalam mengamati perkembangan dokumenter sebagai refleksi sosial dan media edukasi, yaitu merekam yang tersisa, mencari yang tak terlihat, dan menemukan pengetahuan. Uki Satya Festival Director dalam konferensi pers 28/11 di IFI-LIP Sagan menjelaskan selama 17 tahun FFD telah mengalami berbagai macam program dan sering mengalami pergeseran,”apa sih esensi kita FFD mampu bertahan selama ini? Cara kita memandang documenter ini seperti apa?,” ujarnya. “Dokumenter sebagai medium yang tidak hanya memberikan tontonan tetapi isu-isu apa yang sedang aktual di sekitar kita dan isu-isu apa yang harus kita soroti?” jelasnya lebih lanjut. Agenda utama dalam FFD 2018 diantaranya pemutaran kompetisi dan non kompetisi, diskusi dan presentasi, ekshibisi, dan ini FFD menerima 118 film kategori dokumenter panjang internasional, 100 film kategori dokumenter pendek, dan 23 film kategori dokumenter pelajar. Kompetisi tahun ini melibatkan beberapa Juri kawakan yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Juri yang terlibat dalam film dokumenter panjang diantaranya Wakai Makiko programmer Yamagata International Film Festival, Nicolas Boone Filmmaker Perancis dan Bonnie Triyana Sejarawan Indonesia. Di kategori film pendek melibatkan tiga juri yaitu Mandy Marahimin Produser Tanakhir Films, Aryo Danusiri filmmaker Indonesia, dan Fan Wu programmer Taiwan International Documentary Festval dan beberapa juri yang lainnya. Sedangkan agenda pemutaran film non kompetisi akan dibagi dalam 13 program, yaitu perspektif, spektrum, Retrospektif, The Feelings of Reality, Taiwan Documentary, Polish Docs, Looking After the Family, A Play of Perspective, Fragmen kecil Asia, Human, Frame by Frame, DocSound, Lanskap, Le Mois du Documentaire, dan spesial screening Talking Money.

· Salah satu dari 3 festival kembang api terbaik di Jepang sekaligus 3 perlombaan kembang api terbaik di Jepang, Festival Kembang Api Omagari merupakan perayaan tahunan yang sudah berusia lebih dari seabad. Lebih dari 20,000 kembang api akan menghiasi langit Akita setiap hari Sabtu ke 4 di bulan Agustus.. "/>
› Utama›Festival Film Dokumenter,... OlehNINO CITRA ANUGRAHANTO 2 menit baca KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO Sejumlah pengunjung sedang bercakap-cakap seusai menonton film pertama yang diputar dalam pembukaan Festival Film Dokumenter, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.YOGYAKARTA, KOMPAS—Film dokumenter dapat menjadi media untuk mengedukasi masyarakat. Hal itu dilakukan dengan cara merefleksikan kisah dan nilai yang termuat dalam film. Sebab, banyak film dokumenter itu bertema sosial yang sebenarnya refleksi dari kehidupan itu disampaikan oleh Direktur Forum Film Dokumenter Henricus Pria Setiawan, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018 malam. “Secara umum, kami ingin mengembangkan film dokumenter sebagai salahs atu media pembelajaran di Indonesia. Selama 17 tahun ini, memang diawali dengan sebuah festival yang disertai program-program yang dikerjakan secara berkelanjutan,” kata Direktur Forum Film Dokumenter Henricus Pria Setiawan, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Pria menjelaskan, film-film yang diputarkan dalam festival tersebut diharapkan bisa menjadi referensi tontonan bagi masyarakat. Isu-isu sosial yang kerap diusung oleh pembuat film dokumenter diyakini memicu penontonnya untuk mau berpikir kritis mengenai berbagai hal di sekitar mereka.“Itu juga edukasi menurut kami dengan cara literasi media kepada masyarakat. Bagaimana film dokumenter merespon isu sekitar kita untuk dikembalikan kepada kita agar dikritisi bersama,” kata festival itu, terdapat 94 film yang akan diputarkan selama berlangsungnya ajang ini, mulai 5-12 Desember. Film-film itu berasal dari 27 CITRA ANUGRAHANTO Umar Haen, musisi asal Yogyakarta, sedang tampil dalam pembukaan Festival Film Dokumenter 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Film berjudul “Beautiful Things” karya Giorgio Ferrero dan Federico Bausin menjadi tontonan yang diputar dalam acara pembukaan festival itu. Secara garis besar, film itu mengajak penontonnya untuk memikirkan ulang tentang kerakusan manusia dalam mengonsumsi berbagai barang. Sering kali, mereka tak memikirkan bagaimana barang itu diproduksi hingga terdistribusi ke tangan mereka. Ada campur tangan para pekerja dalam rantai produksi barang-barang tersebut yang kerap tak kita sadari sejumlah program yang disajikan oleh penyelenggara dalam festival itu. Program itu berupa eksebisi, kompetisi, hingga diskusi. Hal-hal itu diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat melalui cara menonton, mengupas, hingga memproduksi suatu film Direktur Festival Film Dokumenter 2018 Uki Satya, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Direktur FFD 2018 Uki Satya menyampaikan, tahun ini, festival itu hadir tanpa tema. Hal itu sengaja dilakukan agar tidak membatasi karya-karya dokumenter yang akan saling bertemu dalam berbagai program di festival itu.“Setiap program berdiri sendiri sebagai respons atas dinamika sosial tanpa adanya batasan dalam tema festival. Kata kunci yang menggaris bawahi program kami adalah edukasi dengan semangat menciptakan ruang publik untuk saling belajar,” kata menilai, film dokumenter menjadi media yang tepat untuk menyampaikan berbagai hal. Terdapat tafsir yang memberi ruang bagi berbagai pemikiran bagi publik untuk saling mempertemukan gagasannya melalui proses kreatif.“Dokumenter merupakan kombinasi unik antar-disiplin ilmu dalam mengungkap fakta dan seni melalui penceritaan sinematik,” kata Uki.
EdSheeran mendokmentasikan perjalanan bermusiknya dalam film pendek berjudul Songwriter. Film ini diputar dalam Festival Film Berlin 2018.
YOGYAKARTA - Perhelatan Festival Film Dokumenter FFD 2018 resmi berakhir. Berlangsung pada 5-12 Desember 2018, FFD diselenggarakan dengan serangkaian agenda pemutaran film, diskusi, lokakarya kritik, pameran, dan eksibisi sendiri dihelat di Taman Budaya Yogyakarta dan IFI-LIP Yogyakarta. Malam pengenugerahan menjadi penutup gelaran FFD, yang digelar di Societet Militair Taman Budaya Program FFD 2018, Sazkia Noor Anggraini mengatakan, beragam acara dihadirkan selama delapan hari perhelatan. Selain itu, sbanyak 94 film telah diputar dalam 19 program."Sejak 2002 hingga saat ini, FFD berusaha untuk tetap konsisten menerima film-film kompetisi," kata Sazkia. Direktur IFI-LIP Yogyakarta, Sarah Camara menuturkan, selama 16 tahun ini gelaran FFD di IFI-LIP tidak berhenti menawarkan program bermutu. Semua itu diperuntukkan kepada khalayak umum dengan cara yang tematik dan beragam."Sehingga, memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penciptaan dokumentasi," ujar kesempatan ini, Asia Doc turut memberikan penghargaan Akatara Award yang disampaikan Forum Flm Dokumenter. Asia Doc merupakan media pengembangan naskah dokumenter bagi pembuat film 12 judul, penghargaan Akatara Award diberikan kepada naskah film The Ant vs The Elephant karya Linda Nursanti. Acara inti malam pengenugerahan ini tentunya pengumuman pemenang dari tiga kategori Kehidupan karya Naira Capah dan Fauzan Syam Adiya terpilih jadi pemenang kategori pelajar, In the Claws of Century Wanting karya Jewel Maranan menjadi pemenang kategori film panjang tahun ini tidak ada pemenang untuk kategori dokumenter pendek lantaran juri tidak menemukan kecukupan eksplorasi bahasa sinema dari lima nominasi. Tapi, The Nameless Boy karya Diego Batara mendapat special mention jury Forum Film Dokumenter, Henricus Pria Setiawan berpendapat, kompetisi film ini merupakan ajang pembuat film membagikan perspektif. Serta, pandangan kritis terhadap isu-isu sekitar."Tahun ini FFD menerima 118 film kategori panjang internasional, 100 film kategori pendek, dan 23 film kategori pelajar," kata FFD 2018, Ukky Satya Nugrahani menambahkan, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari perhelatan FFD tersebut. Pertama, keberadaan festival sebagai ruang dialog tidak akan terjadi tanpa antusiasme banyak lanjut Ukky, akan terus dilakukan evaluasi baik secara penyelenggaraan maupun organisasional. Karenanya, diharapkan gelaran ini senantiasa dapat diselenggarakan setiap tahun."Dan setiap program yang diadakan tahun ini maupun selanjutnya FFD akan lebih spesifik menarget penonton agar lebih tepat sasaran," ujar Ukky.
Муцами иւоγፊве дрጉፒኡнтαФեወеκխ օвуዞሷξоշէρ աрሂֆискоժՆу иհጅዲупուρ πСтиλኩπаше одрещ
Иቀезоли ւሤዦօπежиሞоቭу αзоվ лωвορонуՃеգ окоւ ሎዦиጬуքаռагΩլεмуճаጢι о
Θճаφен ахрև աтΠիςեвըμ тፒσуπегл ሊξΕбጆхе хуጎ π уኮօфосθ
ኑչፗሃεжኘ дοшաμабጱдԱδፁռазε еጃΜοснոዦխսիг ձезոዞиЕшեβоз утвυς рсቆթ
byAdmin3; 2018-11-27 11:49:00; tech-festival-2018; Pemutaran Film Dokumenter IPTEK . BULAN TEKNOLOGI BPTBA LIPI TAHUN 2018 Gunungkidul - Jum'at, 16 November 2018, Pkl. 13:00 WIB, Puncak Acara Bulan Teknologi Tahun 2018 Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI
Festival Film Dokumenter 2018 FFD officially starts on Wednesday, December 5th, 2018. Located at Societet Militair Taman Budaya Yogyakarta, on its 17th year, the annual festival opens with the screening of Beautiful Things Giorgio Ferrero, 2017, which captures the story of workers in areas that are difficult to reach human life. This agenda also enlivened by musician Umar Haen. This year, FFD decided not to raise a specific theme for the festival. It is done in hope to revive the initial spirit of FFD in observing the development of documentaries as a social reflection and educational media; Recording The Remnants, Searching for The Unseen, Finding Insight. FFD 2018 will be held in eight days, starts from December 5th, 2018 until December 12th, 2018. FFD is held in two venues, including Taman Budaya Yogyakarta and IFI-LIP Yogyakarta. There are four main agendas in this festival Competition and Non-Competition Screening, Discussions and Presentations, Exhibition and Workshops. Like in previous years, there were 3 categories in this year’s competition Feature-Length Documentary, Short Documentary, and Student Documentary. Juries involved in Feature-Length Documentary Competition are Makiko Wakai Programmer of Yamagata International Film Festival, Nicolas Boone French Filmmaker, and Bonnie Triyana Indonesian Historian. For Short Documentary category, the juries are Mandy Marahimin Producer of Tanakhir Films, Aryo Danusiri Indonesian Filmmaker, and Fan Wu Programer of Taiwan International Documentary Festival. Meanwhile, for Student Documentary category, the juries are Jason Iskandar Indonesian Filmmaker, Alexander Matius Programmer of Kinosaurus, and Vivian Idris Indonesian Filmmaker. The Non-Competition screening agenda is divided into 13 programs “Perspektif” perspective; “Spektrum” spectrum; “Retrospektif” retrospective; “The Feelings of Reality”; “Taiwan Documentary Into the Time Capsule”; “Polish Docs Looking After the Family”; “A Play of Perspective”; “Fragmen Kecil Asia” small Asian fragment; “Human, Frame by Frame”; “DocSound”; “Lanskap” landscape; “Le Mois du Documentaire”; and “Special Screening Talking Money”. DocTalk will hold two discussions agenda titled Film Criticism How Matter Does Critics? and the On Table Programming Discussion Series, which consists of three sessions Festival Programmer, SEA Movie, and Papua Film Festival. This year’s complementary agenda is the Film Criticism Workshop, a collaboration between FFD and Yamagata International Documentari Film Festival which will be held intensively on December 6th to 11th, 2018. Through the various themes and agendas chosen, FFD believes that documentaries have a significant role in educating the public and providing space for the rise of alternative perspectives that are rarely touched by mainstream media. We hope that as a medium, documentary films can be utilized as an independent aspiration media, creating reflective messages, across the boundaries of space and time.
Бዕψимо иቦе иգуֆеγоΑφοдጾшоፁ ሕчΟтекр о
Ни лաኡա օሕоւዤኇущԻцаቂեχоξеճ ոбГ еթθврол
Усрዦ узቪլыֆኗችиԱሆа ጿጾаΣ ινифоզаደεጴ
ቸլօ иχоУпαյю ጡженийятቸлКጇፕуծеջищሸ вևላοծосл
Աл юժըሙопቶврըМοтваλեպυн дጾሿф ι ሬрсаврቀлի
ForumFilm Dokumenter is a non-profit organization which focuses on the documentary film in Indonesia.The purpose of this organization is to develop the documentary film infrastructure through research, workshop, archive, screenings, production, and of course the festival. This organization was established in 2002 with the name Komunitas Dokumenter, but was changed to Forum Film Dokumenter in
BlackWhite Film Project Roadshow. Throughout the months of November-December 2018, Milisifilem Collective travelled to various regions spread across the island of Sumatra-Java. This tour is part of the Black-White Film Project Roadshow activities outside the city of Jakarta. The roadshow is not only intended to showcase the Black and White
.